BARITO TIMUR

Diduga Cemari Lahan dengan Lumpur Tambang, PT TEI Diseret ke Meja Hijau

Barito Timur – Perusahaan Timbawan Energi Indonesia (TEI) yang bergerak di sektor pertambangan kini harus berhadapan dengan proses hukum setelah digugat oleh Maradona, warga Desa Gumpa, Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Timur. Gugatan tersebut dilayangkan terkait dugaan pencemaran lahan akibat luapan lumpur dari aktivitas pertambangan PT TEI.

Kuasa hukum Maradona, Sabtuno, SH, mengungkapkan bahwa kliennya mengalami kerugian hingga miliaran rupiah akibat material lumpur dari disposal perusahaan yang masuk ke lahan kebun karet miliknya.

“Perlu kami sampaikan bahwa sebelumnya kami telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT TEI. Gugatan ini berkaitan dengan aktivitas pertambangan yang dilakukan PT TEI yang berdampak negatif terhadap masyarakat, khususnya meluapnya lumpur dari disposal perusahaan yang masuk ke lahan milik klien kami,” ujar Sabtuno saat ditemui di Tamiang Layang, Sabtu (15/11/2025).

Fakta Lapangan: 126 Pohon Karet Terdampak

Sabtuno menjelaskan, sebelum gugatan masuk ke pengadilan, kliennya telah mengajukan protes dan dilakukan peninjauan bersama pihak perusahaan. Hasil peninjauan tersebut dituangkan dalam laporan fakta lapangan yang dibuat PT TEI pada 9 Juli 2025.

“Dari temuan di lapangan terdapat 123 pohon karet berdiameter 11 sampai 20 cm yang terkena dampak lumpur, dan tiga pohon lainnya mati. Total ada 126 pohon yang terdampak. Selain itu, material lumpur mencemari lahan seluas 0,1 hektare,” jelasnya.

Namun, menurut Sabtuno, upaya penyelesaian baik melalui mediasi maupun protes resmi tidak mendapat tanggapan jelas dari perusahaan. Karena itulah Maradona akhirnya menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum pada Agustus 2025.

Sidang Capai Tahap Pemeriksaan Setempat

Saat ini, persidangan telah memasuki tahap pemeriksaan setempat (PS) antara pihak penggugat dan tergugat melalui Pengadilan Negeri Tamiang Layang.

“Hasil pemeriksaan lapangan sangat jelas menunjukkan bahwa material sedimentasi dan lumpur dari disposal PT TEI masuk ke lahan warga. Beberapa pohon karet juga terlihat rusak dan mulai mati sehingga tidak bisa berproduksi,” tegas Sabtuno.

Ia menambahkan, berdasarkan keterangan kliennya, produksi karet menurun akibat dampak pencemaran tersebut. Tidak hanya pohon karet, beberapa pohon cempedak di lahan itu juga mati. Sabtuno mengungkapkan, pembuatan saluran pembatas oleh perusahaan baru dilakukan setelah gugatan berjalan.

Kerugian Ditaksir Lebih dari Rp 1,2 Miliar

Sebelum masuk ke jalur hukum, pemilik lahan dikatakan telah beberapa kali meminta mediasi dan menyampaikan protes, namun perusahaan tidak memberikan respon memuaskan. Bahkan, perusahaan hanya menawarkan ganti rugi yang dianggap sangat tidak layak.

“Itu tidak sesuai dengan kerugian klien kami. Kerugian material dari 126 pohon karet kami tafsirkan Rp 5 juta per pohon, dengan total kerugian Rp 630 juta. Sementara kerusakan lahan seluas 1.271 meter persegi kami hitung Rp 500 ribu per meter, dengan total Rp 635,5 juta,” bebernya.

Jika digabungkan, total kerugian materiil yang dituntut mencapai Rp 1.265.500.000. Selain itu, gugatan juga mencakup kerugian immateriil.

Sidang selanjutnya dijadwalkan pada Kamis, 20 November 2025, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi.

(Red)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button